Senin, 04 April 2011

Pembiayaan (Permodalan) Pertanian


Pertanian memiliki fungsi dan peran strategis bagi masyarakat dan pemerintah, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Pertanian tidak sekedar menghasilkan bahan pangan, tetapi juga memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi masyarakat. Saat ini, makna pertanian tidak hanya mencakup pada aspek produksi usaha tani (on-farm) semata, tetapi juga mencakup kegiatan luar usaha tani yang terkait dengan produksi, baik yang berada di hulu maupun di hilir (off-farm), serta aktivitas penunjang yang mendukung penuh seluruh kegiatan pertanian. Namun, ketika berbicara tentang petani, maknanya tidak lepas dari kegiatan produksi usaha tani, karena sebagian besar petani kita masih berkutat pada on-farm, yang bertujuan untuk menghasilkan komoditas pertanian bagi pemenuhan kebutuhan pangan, pakan, serta energi.

Melihat tingkat pendapatan petani yang relatif lebih rendah daripada para pelaku sektor ekonomi lainnya, akibatnya tingkat kemiskinan di sektor ini masih relatif tinggi. Ada beberapa faktor penyebab rendahnya tingkat pendapatan dan tingginya tingginya tingkat kemiskinan di sektor pertanian, yaitu rendahnya kepemilikan dan penguasaan lahan, rendahnya produktivitas usaha tani, rendahnya harga produk di tingkat petani, rendahnya pendidikan dan keterampilan petani, serta minimnya akses petani terhadap sumber pembiayaan (permodalan).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, sumber permodalan usaha tani para petani didapatkan dari modal sendiri yang relatif pas-pasan, meminjam dana dari para tengkulak dan atau lembaga keuangan informal lainnya yang beroperasi di wilayah perdesaan.

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah telah memberikan bantuan program permodalan, seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Akan tetapi, program pemerintah semacam ini menimbulkan sejumlah masalah moral hazard, karena :
1. Sebagian petani menganggap bahwa program pemerintah bersifat bantuan, sehingga tidak perlu dikembalikan;
2. Sebagian kelompok tani penerima program didirikan secara mendadak, sehingga kurang memiliki pengalaman yang baik;
3. Pembagian dana program yang hanya terbatas pada anggota kelompok tani penerima bantuan.

Fakta ini menunjukan bahwa pendanaan semacam ini prakteknya sangat membantu, tetapi efektifitasnya perlu kita tunggu dan kita amati terus menerus, dengan pembinaan dan pengawasan yang sustainable oleh komponen baik dari tingkat paling bawah (kelompok tani) sampai tingkat atas (pemerintah).

Pengembangan permodalan dari program ini sangat bervariasi, mulai tahun pertama penyaluran dana sampai dengan sekarang. Banyak kelompok tani yang sudah bisa mengembangkan dana menjadi 2 kali lipat dari bantuan permodalan awal, tetapi masih ada yang berkutat dengan proses pengembalian dana awal bantuan. Hal ini, disebabkan karena mekanisme pengembalian dana pinjaman anggota ini bervariasi, mulai dari pengembalian harian, mingguan, bulanan, dan jatuh tempo atau bayar panen (yarnen). Pendanaan pada sektor on-farm pengembaliannya relatif lambat karena sebagian besar menggunakan pola yarnen, sedangkan pendanaan pada sektor off-farm relatif lebih cepat dengan pola pengembalian harian, mingguan, dan bulanan.

Berbagai macam mekanisme pengelolaan dana PUAP yang diserahkan pada mekanisme musyawarah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) membuat progress program PUAP ini di masing-masing gapoktan bermacam-macam. Semoga fasilitasi pemerintah menjadikan trigger buat para petani, sehingga petani dan pertanian di Indonesia lebih maju.

Wallahu'alam.